Category Archives: Sejarah

Akhir Perang Mahabharata

Hanya sepuluh kesatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Satyaki, Aswatama, Krepa dan Kertawarma. Aswatama ditangkap oleh para Pandawa setelah ia melakukan pembunuhan di malam hari kedelapan belas, saat sekutu Pandawa sedang tidur. Krepa kembali ke Hastinapura, sedangkan Kertawarma ke kediaman Wangsa Yadu. Akhirnya, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah memerintah selama beberapa lama, Yudistira menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, Parikesit. Kemudian, ia bersama Pandawa dan Dropadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Dropadi dan empat Pandawa, kecuali Yudistira, meninggal dalam perjalanan. Akhirnya Yudistira berhasil mencapai puncak Himalaya, dan dengan ketulusan hatinya, oleh anugerah Dewa Dharma ia diizinkan masuk surga sebagai seorang manusia.

18 Hari Perang Mahabharata

Pertempuran berlangsung selama 18 hari. Pertempuran berlangsung pada saat matahari muncul dan harus segera diakhiri pada saat matahari terbenam. Kedua belah pihak bertarung di dataran Kurukshetra dan setiap hari terjadi pertempuran yang berlangsung sengit dan mengesankan. Dalam setiap pertarungan yang terjadi dalam 18 hari tersebut, ksatria yang tidak terbunuh dan berhasil mempertahankan nyawanya adalah pemenang karena pertempuran tersebut adalah pertempuran menuju kematian. Siapa yang bertahan hidup dan berhasil memusnahkan lawan-lawannya, dialah pemenangnya.

Beberapa saat sebelum perang

Pada hari pertempuran pertama, begitu juga pada hari-hari berikutnya, pasukan para Korawa berbaris menghadap barat sedangkan pasukan para Pandawa berbaris menghadap timur. Pasukan Korawa membentuk formasi seperti burung elang: pasukan penunggang gajah sebagai tubuhnya; pasukan para Raja dan ksatria di barisan depan sebagai kepalanya; dan pasukan penunggang kuda sebagai sayapnya. Dalam urusan perang, Bisma berkonsultasi dengan panglima Drona, Bahlika dan Krepa.

Pasukan Pandawa diatur oleh Yudistira dan Arjuna agar membentuk “formasi Bajra”. Karena pasukan Pandawa lebih kecil daripada pasukan Korawa, maka strategi berperang dibuat agar memungkinkan pasukan yang kecil untuk menyerang pasukan yang besar. Sesuai strategi Pandawa, pasukan pemanah akan menghujani musuh dengan panah dari belakang pasukan garis depan. Pasukan garis depan menggunakan senjata langsung jarak pendek seperti: gada, pedang, kapak, tombak, dll. Pasukan Korawa terdiri dari sebelas divisi di bawah perintah Bisma. Sepuluh divisi pasukan Korawa membentuk barisan yang sangat hebat, sedangkan divisi kesebelas masih berada di bawah aba-aba langsung dari Bisma, dan sebagian divisi melindunginya dari serangan langsung karena Bisma sangat berguna dan merupakan harapan untuk menang.

Setelah sepakat dengan formasi dan strategi masing-masing, pasukan kedua belah pihak berbaris rapi. Duryodana optimis melihat pasukan Korawa memiliki para kesatria tangguh yang setara dengan Bima dan Arjuna. Namun ada tokoh-tokoh lain yang setara dengan mereka seperti Yuyudana (Satyaki), Wirata, dan Drupada yang ia anggap sebagai batu rintangan dalam mencapai kajayaan dalam pertempuran. Ia juga optimis karena ksatria-ksatria yang sangat ahli di bidang militer, yaitu Bisma, Karna, Kertawarma, Wikarna, Burisrawa, dan Krepa, ada di pihaknya. Selain itu Raja agung seperti Yudhamanyu dan Uttamauja yang sangat perkasa juga turut berpartisipasi dalam pertempuran sebagai penghancur bagi musuh-musuhnya. Bisma, dengan diikuti oleh Para Raja dan ksatria dari kedua belah pihak meniup “sangkala” (terompet kerang) mereka tanda pertempuran akan segera dimulai.
Ketika terompet sudah ditiup dan kedua pasukan sudah berhadap-hadapan, bersiap-siap untuk bertempur, Arjuna menyuruh Kresna, guru spiritual sekaligus kusir keretanya, agar mengemudikan keretanya menuju ke tengah medan pertempuran supaya ia bisa melihat, siapa yang siap bertempur dan siapa yang harus ia hadapi. Tiba-tiba Arjuna dilanda perasaan takut akan kemusnahan wangsa Bharata, keturunan Kuru, nenek moyangnya. Arjuna juga dilanda kebimbangan akan melanjutkan pertarungan atau tidak. Ia melihat kakek tercintanya, bersama-sama dengan gurunya, paman, saudara sepupu, ipar, mertua, dan teman bermain semasa kecil, semuanya kini berada di Kurukshetra, harus bertarung dengannya dan saling bunuh. Arjuna merasa lemah dan tidak tega untuk melakukannya.

Dilanda oleh pergolakan batin, antara mana yang merupakan ajaran agama, mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna bertanya kepada Kresna yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama. Kresna, yang memilih menjadi kusir kereta Arjuna, menjelaskan dengan panjang lebar ajaran-ajaran ketuhanan dan kewajiban seorang kesatria, agar dapat membedakan antara yang baik dengan yang salah. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi sebuah kitab filsafat yang sangat terkenal yang bernama Bhagawadgita. Dalam Bhagawadgita, Kresna menyuruh Arjuna untuk tidak ragu dalam melakukan kewajibannya sebagai seorang ksatria yang berada di jalur yang benar. Ia juga mengingatkan bahwa kewajiban Arjuna adalah membunuh siapa saja yang ingin mengalahkan kebajikan dengan kejahatan. Kemudian Sri Kresna menunjukkan bentuk semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna tahu siapa ia sesungguhnya sehingga segala keraguan dalam hatinya sirna. Dalam wujud semesta tersebut, ia meyakinkan Arjuna bahwa sebagian besar para ksatria perkasa dikedua belah pihak telah dihancurkan, dan yang bertahan hidup hanya beberapa orang saja, maka tanpa ragu Arjuna harus mau bertempur.

Sebelum pertempuran dimulai, Yudistira melakukan sesuatu yang mengejutkan. Tiba-tiba ia meletakkan senjata, melepaskan baju zirah, turun dari kereta dan berjalan ke arah pasukan Korawa dengan mencakupkan tangan seperti berdoa. Para Pandawa dan para Korawa tidak percaya dengan apa yang dilakukannya, dan mereka berpikir bahwa Yudistira sudah menyerah bahkan sebelum panah sempat melesat. Ternyata Yudistira tidak menyerah. Dengan hati yang suci Yudistira menyembah Bisma dan memohon berkah akan keberhasilan. Bisma, kakek dari para Pandawa dan Korawa, memberkati Yudistira. Setelah itu, Yudistira kembali menaiki keretanya dan pertempuran siap untuk dimulai.

Hari pertama

Setelah isyarat penyerangan diumumkan, kedua belah pihak maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi pasukan Pandawa saling bantai. Bisma maju menyerang tentara Pandawa dan membinasakan apapun yang menghalangi jalannya. Abimanyu putra Arjuna melihat hal tersebut dan menyuruh para pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang Bisma dan para pengawalnya, namun usaha para kesatria Pandawa tidak berhasil. Mereka menerima kekalahan.

Putra Raja Wirata – Utara – maju menghadapi Salya Raja Madra. Utara yang menaiki gajah perang, mencoba melumpuhkan kereta perang Salya. Setelah keretanya lumpuh, Salya meluncurkan senjata lembingnya ke arah Utara. Senjata tersebut menembus baju zirah Utara. Kemudian, Salya menyerang gajah tunggangan Utara dengan panah-panahnya. Utara dan gajahnya pun gugur seketika. Setelah Utara gugur, Sweta mengamuk. Dengan nafsu membunuh, ia mengejar Salya. Para kesatria Korawa yang menyadari hal itu segera melindungi Salya, namun tidak ada yang mampu mengatasi kemarahan Sweta. Akhirnya Bisma turun tangan. Dengan senjata khusus, ia memanah Sweta sehingga kesatria tersebut gugur seketika.

Ketidakmampuan Pandawa melawan Bisma, serta kematian Utara dan Sweta di hari pertama, membuat Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri Kresna berkata bahwa kemenangan sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.

Hari kedua

Pada hari kedua, Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan yang didapat pada hari pertama. Arjuna mencoba untuk menyerang Bisma dan membunuhnya, namun para pasukan Korawa berbaris di sekeliling Bisma dan melindunginya dengan segenap tenaga sehingga meyulitkan Arjuna. Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak membunuh Bisma. Kedua belah pihak saling bantai, dan sebagian besar pasukan Korawa gugur di tangan Arjuna. Setelah menyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna dan Bisma terlibat dalam duel sengit. Sementara itu Drona menyerang Drestadyumna bertubi-tubi dan mematahkan panahnya berkali-kali. Bima yang melihat keadaan tersebut menyongsong Drestadyumna dan menyelamatkan nyawanya. Duryodana mengirim pasukan bantuan dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima, namun serangan dari Duryodana tidak berhasil dan pasukannya gugur semua. Satyaki yang bersekutu dengan Pandawa memanah kusir kereta Bisma sampai meninggal. Tanpa kusir, kuda melarikan kereta Bisma menjauhi medan laga. Di akhir hari kedua, pihak Korawa mendapat kekalahan.

Hari ketiga

Kesabaran Kresna habis sehingga ia ingin membunuh Bisma dengan tangannya sendiri, namun dicegah oleh Arjuna.
Pada hari ketiga, Bisma memberi instruksi agar pasukan Korawa membentuk formasi burung elang dengan dirinya sendiri sebagai panglima berada di garis depan sementara tentara Duryodana melindungi barisan belakang. Bisma ingin agar tidak terjadi kegagalan lagi. Sementara itu para Pandawa mengantisipasinya dengan membentuk formasi bulan sabit dengan Bima dan Arjuna sebagai pemimpin sayap kanan dan kiri. Pasukan Korawa menitikberatkan penyerangannya kepada Arjuna. Kemudian kereta Arjuna diserbu oleh berbagai panah dan tombak. Dengan kemahirannya yang hebat, Arjuna membentengi keretanya dengan arus panah yang tak terhitung jumlahnya.

Abimanyu dan Satyaki menggabungkan kekuatan untuk menghancurkan tentara Gandara milik Sangkuni. Bima dan putranya, Gatotkaca, menyerang Duryodana yang berada di barisan belakang. Panah Bima melesat menuju Duryodana yang menukik di atas keretanya. Kusir keretanya segera membawanya menjauhi pertempuran. Tentara Duryodana melihat pemimpinnya menjauhi pertarungan. Bisma melihat hal tersebut lalu menyuruh agar pasukan bersiap siaga dan membentuk kembali formasi, kemudian Duryodana datang kembali dan memimpin tentaranya. Duryodana marah kepada Bisma karena masih segan untuk menyerang para Pandawa. Bisma kemudian sadar dan mengubah perasaannnya kepada para Pandawa.

Arjuna dan Kresna mencoba menyerang Bisma. Arjuna dan Bisma sekali lagi terlibat dalam pertarungan yang bengis, meskipun Arjuna masih merasa tega dan segan untuk melawan kakeknya. Kresna menjadi sangat marah dengan keadaan itu dan berkata, “Aku sudah tak bisa bersabar lagi, Aku akan membunuh Bisma dengan tanganku sendiri,” lalu ia mengambil sejata cakranya dan berlari ke arah Bisma. Arjuna berlari mengejarnya dan mencegah Kresna untuk melakukannya. Kemudian mereka berdua melanjutkan pertarungan dan membinasakan banyak pasukan Korawa.

Hari keempat

Hari keempat merupakan hari dimana Bima menunjukkan keberaniannya. Bisma memerintahkan pasukan Korawa untuk bergerak. Abimanyu dikepung oleh para ksatria Korawa lalu diserang. Arjuna melihat hal tersebut lalu menolong Abimanyu. Bima muncul pada saat yang genting tersebut lalu menyerang para kstria Korawa dengan gada. Kemudian Duryodana mengirimkan pasukan gajah untuk menyerang Bima. Ketika Bima melihat pasukan gajah menuju ke arahnya, ia turun dari kereta dan menyerang mereka satu persatu dengan gada baja miliknya. Mereka dilempar dan dibanting ke arah pasukan Korawa. Kemudian Bima menyerang para kesatria Korawa dan membunuh delapan adik Duryodana. Akhirnya ia dipanah dan tersungkur di keretanya. Gatotkaca melihat hal tersebut, lalu merasa sangat marah kepada pasukan Korawa. Bisma menasehati bahwa tidak ada yang mampu melawan Gatotkaca yang sedang marah, lalu menyuruh pasukan agar mundur. Pada hari itu, Duryodana merasa sedih telah kehilangan saudara-saudaranya.

Saat pertempuran di hari itu berakhir, Duryodana yang diliputi duka dan kekecewaan datang menemui Bisma untuk menanyakan penyebab Pandawa mampu bertahan dan mengalahkan kekuatan pasukan Korawa yang konon amat dahsyat. Bisma menjawab bahwa Pandawa bertindak di bawah panji kebenaran, sehingga lebih baik mengadakan perjanjian damai dengan mereka. Namun Duryodana yang keras kepala tidak mau menuruti nasihat tersebut.

Hari kelima

Pada hari kelima, pertempuran terus berlanjut. Pasukan Pandawa dengan segenap tenaga membalas serangan Bisma. Bima berada di garis depan bersama Srikandi dan Drestadyumna di sampingnya. Satyaki berhadapan dengan Drona dan kesulitan untuk membalas serangannya. Bima pergi meninggalkan Srikandi yang menyerang Bisma. Karena Srikandi berperan sebagai seorang wanita, Bisma menolak untuk bertarung dan pergi. Sementara itu, Satyaki membinasakan pasukan besar yang dikirim untuk menyerangnya. Pertempuran dilanjutkan dengan pertarungan antara Setyaki melawan Burisrawa dan kemudian Satyaki kesusahan sehingga berada dalam situasi genting. Melihat hal itu, Bima datang melindungi Satyaki dan menyelamatkan nyawanya. Di tempat lain, Arjuna bertempur dan membunuh ribuan tentara yang dikirim Duryodana untuk menyerangnya.

Hari keenam

Yudistira menyuruh Drestadyumna agar membentuk formasi Makara, dengan Drupada dan Arjuna sebagai pemimpin garis depan. Untuk menandingi kekuatan Yudistira, Bisma menginstruksikan agar pasukan Korawa membentuk formasi burung bangau, dengan Balhika dan angkatan perangnya sebagai pemimpin garis depan.

Bima bertarung melawan Drona dengan sengit. Bima memanah kusir kereta Drona sehingga tewas seketika. Drona mengambil alih kedudukan kusirnya, lalu menghancurkan sebagian besar pasukan Pandawa. Serangan Drona dihadapi oleh Drestadyumna. Sementara itu, Bima melancarkan serangan ke garis pertahanan yang terdiri dari putra-putra Dretarastra, yaitu: Dursasana, Durwisaha, Dursaha, Durmada, Jaya, Jayasena, Wikarna, Citrasena, Sudarsana, Carucitra, Duskarna, Karna (Karna adik Duryodana, bukan Karna sahabat Duryodana). Mereka semua mengepung Bima dari segala penjuru. Bima meloncat turun dari keretanya sambil membawa gada. Di tengah pasukan musuh, Bima mengamuk sehingga pasukan Korawa kacau-balau. Melihat Bima dalam bahaya, Drestadyumna segera meninggalkan Drona dengan maksud membantu Bima. Dengan bantuan Drestadyumna, Bima menghancurkan pasukan Korawa dengan lebih mudah.

Setelah menyaksikan Bima dalam bahaya, Yudistira mengirim Abimanyu untuk membantu pamannya tersebut. Abimanyu melawan para putra Dretarastra, sementara Duryodana dihadapi oleh lima putra Dropadi, yaitu Pratiwindya, Sutasoma, Srutakarma, Satanika, dan Srutakirti. Menjelang sore hari, Bisma masih mengamuk menghancurkan pasukan Pandawa. Akhirnya, matahari terbenam dan seluruh pasukan ditarik mundur pada malam hari itu.

Hari ketujuh

Pada hari ketujuh, pasukan Korawa di bawah instruksi Bisma membentuk formasi Mandala. Untuk mengantisipasinya, Yudistira menginstruksikan agar pasukan Pandawa membentuk formasi Bajra. Arjuna berhasil merusak formasi Mandala, sehingga Bisma maju untuk menghadapinya. Sementara itu, Drona bertarung menghadapi Wirata Raja Matsya. Dengan serangan panahnya, Drona membuat kereta perang Wirata lumpuh. Kemudian Wirata meloncat dari keretanya untuk berpindah ke kereta Sangka, putranya. Meskipun Wirata dan Sangka sudah menggabungkan kekuatan, namun Drona masih tak terkalahkan. Sebaliknya, Drona berhasil menembakkan empat batang panah penembus baju zirah ke arah Sangka. Panah tersebut bersarang di dada Sangka, kemudian merenggut nyawanya.

Sementara itu, Satyaki bertarung menghadapi raksasa Alambusa, sedangkan Drestadyumna menghadapi Duryodana. Satyaki berhasil mengalahkan raksasa Alambusa, sementara Drestadyumna berhasil melukai tubuh Duryodana dengan tujuh anak panah. Kemudian panah-panah menembus tubuh kuda dan kusir kereta Duryodana sehingga kendaraan tersebut lumpuh. Duryodana meloncat dari keretanya lalu diselamatkan oleh pamannya, Sangkuni dari Gandhara. Di tempat lain, Srikandi maju menghadapi Bisma. Bisma tidak menghiraukan Srikandi karena kesatria tersebut bersifat kewanitaan, sehingga ia lebih memilih menghancurkan pasukan Srinjaya, sekutu Pandawa.

Pada hari tersebut, para kesatria Korawa lebih banyak menderita kekalahan dibandingkan pihak Pandawa. Hal tersebut membuat Dretarastra, ayah para Korawa merasa sedih. Sanjaya, penasihat Dretarastra mengatakan bahwa ia tidak perlu bersedih sebab kehancuran putra-putranya disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Sanjaya menambahkan, bahwa kematian para kesatria yang gugur di medan perang akan membuka jalan surga bagi mereka.

Hari kedelapan

Pada hari kedelapan, Bima membunuh delapan putera Dretarastra, yaitu: Sunaba, Adityaketu, Wahwasin, Kundadara, Mahodara, Aparajita, Panditaka dan Wisalaksa. Sunaba, Adityaketu, Aparajita dan Wisalaksa gugur dengan kepala terpenggal, sedangkan yang lainnya gugur karena senjata panah yang diluncurkan Bima. Setelah menyaksikan kematian mereka, Duryodana memerintahkan para saudaranya yang masih hidup untuk membunuh Bima. Namun tak satu pun putra Dretarastra yang berani maju menghadapi Bima setelah mereka menyaksikan kematian delapan saudaranya.

Sementara itu, Sangkuni putra Subala, dengan didampingi oleh putra Hredika dari kerajaan Satwata, menyerbu pasukan Pandawa. Pasukan penyerbu tersebut merupakan kavaleri gabungan dari berbagai kerajaan di India, seperti Kamboja, Sindhu, Mahi, Aratta, dll. Untuk menandinginya, Irawan putra Arjuna maju ke medan laga sambil membawa pasukan berkuda dalam jumlah besar. Dengan pedang dan panah, Irawan berhasil membunuh para saudara Sangkuni, kecuali Wresaba.

Setelah pasukan putra Subala kacau balau, Duryodana mengirim raksasa Alambusa untuk membunuh Irawan. Kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara Irawan melawan Alambusa. Keduanya sama-sama menggunakan kekuatan sihir, sama-sama sakti dan saling menghancurkan. Saat Irawan memunculkan seekor naga raksasa, Alambusa menanggapinya dengan menjelma menjadi seekor burung garuda raksasa. Burung siluman tersebut berhasil membunuh naga siluman yang dipanggil Irawan. Hal itu membuat Irawan terpaku menyaksikan kekalahannya. Pada saat itu juga, Alambusa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memenggal leher Irawan.

Hari kesembilan

Pada hari kesembilan, Abimanyu putra Arjuna menghancurkan laskar Korawa sambil mengamuk. Para kesatria terkemuka di pihak Korawa tidak mampu menghadapinya, karena seolah-olah Abimanyu merupakan Arjuna yang kedua. Melihat prajuritnya tercerai-berai, Duryodana memutuskan untuk mengirim raksasa Alambusa, putra Resyasringga. Raksasa tersebut menuruti perintah Duryodana. Ribuan prajurit Pandawa mati di tangannya, sehingga lima putra Dropadi bertindak. Mereka mencoba menahan serangan raksasa tersebut, namun tidak berhasil. Sebaliknya, justru nyawa mereka yang terancam. Setelah melihat para saudara tirinya sedang terancam, Abimanyu segera datang membantu mereka sekaligus menghadapi raksasa Alambusa. Tak lama kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara Abimanyu melawan raksasa Alambusa. Dengan kemahirannya menggunakan senjata panah, Abimanyu berhasil mengalahkan Alambusa sehingga raksasa tersebut turun dari keretanya sambil melarikan diri karena kesakitan.

Setelah Alambusa mengalami kekalahan, Bisma segera menghadapi Abimanyu. Dengan dikawal oleh para kesatria tangguh dari pihak Korawa, Bisma maju menerjang Abimanyu. Pada saat itu juga, Arjuna datang membantu Abimanyu. Kemudian Krepa menyerang Arjuna sehingga terjadilah pertarungan sengit di antara mereka. melihat keadaan tersebut, Satyaki datang membantu Arjuna. Aswatama putra Drona, datang membantu Krepa dengan meluncurkan panah-panahnya. Namun ternyata Satyaki mampu bertahan, bahkan membalas serangan Aswatama secara bertubi-tubi. Setelah Aswatama lelah menghadapinya, Drona muncul untuk membantu putranya tersebut. Sedangkan dari pihak Pandawa, Arjuna maju membantu Satyaki. Tak lama kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara Arjuna melawan Drona. Meskipun demikian, baik Arjuna maupun Drona mampu bertahan hidup sebab mereka sama-sama sakti.

Kemudian, Kresna mengingatkan Arjuna untuk segera membunuh Bisma. Maka dari itu, Arjuna segera memerintahkan Kresna untuk menjalankan keretanya menuju Bisma. Saat menghadapi Bisma, Arjuna masih segan untuk mengerahkan seluruh kemampuannya, sehingga pertarungan terlihat tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Melihat keadaan itu, Kresna menjadi marah. Ia turun dari keretanya sambil membawa cemeti dengan tujuan membunuh Bisma. Bisma tidak mengelak saat melihat tindakan Kresna. Sebaliknya, ia ikhlas apabila nyawanya melayang di tangan Kresna. Menanggapi hal tersebut, Arjuna segera meloncat dari keretanya, lalu memeluk kaki Kresna untuk menghentikan gerakan Kresna. Sekali lagi, Arjuna memohon agar Kresna meredam amarahnya. Kresna hanya diam setelah mendengar permohonan Arjuna. Kemudian mereka kembali menaiki kereta untuk melanjutkan peperangan.

Hari kesepuluh

Pada hari kesepuluh Pandawa yang merasa tidak mungkin untuk mengalahkan Bisma menyusun suatu strategi. Mereka berencana untuk menempatkan Srikandi di depan kereta Arjuna, sementara Arjuna sendiri akan menyerang Bisma dari belakang Srikandi. Srikandi dipilih sebagai tameng Arjuna sebab ia merupakan seorang wanita yang berganti kelamin menjadi pria, dan hal itu membuat Bisma enggan menyerang Srikandi. Disamping itu, Srikandi merupakan reinkarnasi Amba, wanita yang mati karena perasaannya disakiti oleh Bisma, dan bersumpah akan terlahir kembali sebagai pembunuh Bisma yang menjadi penyebab atas penderitaannya.

Srikandi menyerang Bisma, namun Bisma tidak menghiraukan serangannya. Sebaliknya, ia malah tertawa, sebab ia tahu bahwa kehadiran Srikandi merupakan pertanda buruk yang mampu mengantarnya menuju takdir kekalahan. Bisma juga tahu bahwa ia ditakdirkan gugur karena Srikandi, maka dari itu ia merasa sia-sia untuk melawan takdirnya. Bisma yang tidak tega untuk menyerang Srikandi, tidak bisa menyerang Arjuna karena tubuh Srikandi menghalanginya. Hal itu dimanfaatkan Arjuna untuk mehujani Bisma dengan ribuan panah yang mampu menembus baju zirahnya. Ratusan panah yang ditembakkan Arjuna menembus tubuh Bisma dan menancap di dagingnya.

Bisma terjatuh dari keretanya, namun badannya tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh panah-panah yang menancap di tubuhnya. Setelah Bisma jatuh, pasukan Pandawa dan Korawa menghentikan pertarungannya sejenak lalu mengelilingi Bisma. Bisma menyuruh Arjuna untuk meletakkan tiga anak panah di bawah kepalanya sebagai bantal. Kemudian, Bisma meminta dibawakan air. Tanpa ragu, Arjuna menembakkan panahnya ke tanah, lalu menyemburlah air dari tanah ke mulut Bisma. Meskipun tubuhnya ditancapi ratusan panah, Bisma masih mampu bertahan hidup sebab ia diberi anugrah untuk bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Dalam keadaan seperti itu, ia memberi wejangan kepada para cucunya yang melakukan peperangan. Meskipun sudah tak berdaya, Bisma mampu hidup selama beberapa hari sambil menyaksikan kehancuran pasukan Korawa.

Hari kesebelas

Setelah kekalahan Bisma pada hari kesepuluh, Karna memasuki medan laga dan melegakan hati Duryodana. Ia mengangkat Drona sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Karna dan Duryodana berencana untuk menangkap Yudistira hidup-hidup. Membunuh Yudistira di medan laga hanya membuat para Pandawa semakin marah, sedangkan dengan adanya Yudistira para Pandawa mendapatkan strategi perang. Drona membantu Karna dan Duryodana untuk menaklukkan Yudistira. Ia memanah busur Yudistira hingga patah. Para Pandawa cemas karena Yudistira akan menjadi tawanan perang. Melihat hal itu, Arjuna turun tangan dan menghujani Drona dengan panah dan menggagalkan rencana Duryodana.

Hari kedua belas

Setelah menerima kegagalan, Drona yakin bahwa rencana untuk menaklukkan Yudistira sulit diwujudkan selama Arjuna masih ada. Raja Trigarta — Susarma — bersama dengan 3 saudaranya dan 35 putera mereka berada di pihak Korawa dan mencoba untuk membunuh Arjuna atau sebaliknya, gugur di tangan Arjuna. Mereka turun ke medan laga pada hari kedua belas dan langsung menyerbu Arjuna. Namun mereka tidak berhasil sehingga gugur satu persatu. Semakin hari kekuatan para Pandawa semakin bertambah dan memberikan pukulan yang besar kepada pasukan Korawa.

Hari ketiga belas

Duryodana memanggil Bhagadatta, Raja Pragjyotisha (di zaman sekarang disebut Assam, sebuah wilayah di India). Bhagadatta merupakan putera dari Narakasura, raja yang dibunuh oleh Kresna beberapa tahun sebelumnya. Bhagadatta memiliki ribuan gajah yang berukuran sangat besar sebagai kekuatan pasukannya, dan ia dianggap sebagai kesatria terkuat di antara seluruh kesatria penunggang gajah pada zamannya. Bhagadatta menyerang Arjuna dengan mengendarai gajah raksasanya yang bernama Supratika. Pertempuran antara Arjuna melawan Bhagadatta terjadi dengan sangat sengit.

Saat Arjuna sibuk dalam pertarungan yang sengit, di tempat lain, empat Pandawa sulit mematahkan formasi Cakrabyuha yang disusun Drona. Yudistira melihat hal tersebut dan menyuruh Abimanyu, putera Arjuna, untuk merusak formasi Cakrabyuha, sebab Yudistira tahu bahwa hanya Arjuna dan Abimanyu yang bisa mematahkan formasi tersebut. Saat Abimanyu memasuki formasi tersebut, empat Pandawa melindunginya di belakang. Namun, keempat Pandawa dihadang Jayadrata sehingga Abimanyu memasuki formasuki Cakrabyuha tanpa perlindungan. Akhirnya, Abimanyu dikepung oleh para kesatria Korawa, lalu terbunuh oleh serangan serentak.

Menjelang akhir hari kedua belas, setelah melalui pertarungan yang sengit, akhirnya Bhagadatta dan Susarma gugur di tangan Arjuna. Sementara itu, Abimanyu gugur karena terjebak dalam formasi Cakrabyuha. Setelah mengetahui kematian putranya, Arjuna marah pada Jayadrata yang menghalangi usaha para Pandawa untuk melindungi Abimanyu. Ia bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari keempat belas. Ia juga bersumpah bahwa jika ia tidak berhasil melakukannya sampai matahari terbenam, ia akan membakar dirinya sendiri.

Hari keempat belas

Saat berusaha mencari Jayadrata di medan pertempuran, Arjuna menghancurkan satu aksauhini (109.350 tentara) prajurit Korawa. Pasukan Korawa melindungi Jayadrata dengan baik, untuk mencegah Arjuna menyerangnya. Akhirnya, menjelang sore, Arjuna mendapati bahwa Jayadrata dikawal oleh Karna dan lima kesatria perkasa lainnya. Setelah melihat keadaan temannya, Kresna mengangkat Sudarsana Cakra-nya untuk menutupi matahari, menipu seolah-olah matahari terbenam. Seluruh prajurit menghantikan pertempuran karena merasa bahwa siang hari telah berakhir. Dengan demikian, Jayadrata tanpa perlindungan. Saat matahari menampakkan sinar terakhirnya di hari tersebut, Arjuna menembakkan panah dahsyatnya yang kemudian memenggal kepala Jayadrata.

Pertempuran berlanjut setelah matahari terbenam. Saat bulan tampak bersinar, Gatotkaca, putra Bima membunuh banyak kesatria, dan menyerang lewat udara. Karna menghadapinya lalu mereka bertarung dengan sengit, sampai akhirnya Karna mengeluarkan Indrastra, sebuah senjata surgawi yang diberikan kepadanya oleh Dewa Indra. Gatotkaca yang menerima serangan tersebut lalu memperbesar ukuran tubuhnya. Ia gugur seketika kemudian jatuh menimpa ribuan prajurit Korawa.

Hari kelima belas

Setelah Raja Drupada dan Raja Wirata dibunuh oleh Drona, Bima dan Drestadyumna bertarung dengannya di hari kelima belas. Karena Drona amat kuat dan memiliki brahamastra (senjata ilahi) yang tak terkalahkan, Kresna memberi isyarat pada Yudistira bahwa Drona akan menyerah apabila Aswatama – putranya – gugur dalam perang tersebut. Kemudian Bima membunuh seekor gajah bernama Aswatama, dan berteriak dengan keras bahwa Aswatama gugur.

Drona mendekati Yudistira untuk mencari kepastian tentang kematian putranya. Yudistira berkata “Ashwathama Hatha Kunjara”, namun dua kata terakhir “Hatha Kunjara” yang menerangkan bahwa seekor gajah telah mati, tidak terdengar karena kegaduhan bunyi genderang dan terompet atas perintah Kresna (versi yang berbeda menyebutkan bahwa Yudistira melafalkan kata-kata terakhir tersebut dengan sangat pelan sehingga Drona tidak mendengar kata “gajah”). Sebelum peristiwa tersebut, kereta perang Yudistira, yang disebut Dharmaraja (Raja Kebenaran), melayang beberapa inci dari tanah. Setelah peristiwa tersebut, keretanya menyentuh tanah. Setelah menduga bahwa putranya telah tiada, Drona merasa berdukacita, dan menjatuhkan senjatanya. Kemudian ia dibunuh oleh Drestadyumna untuk membalaskan dendam ayahnya sekaligus melaksanakan sumpahnya.

Setelah perang di hari itu berakhir, Kunti (ibu para Pandawa) secara rahasia pergi menemui Karna, putra yang dibuangnya, dan memintanya untuk mengampuni nyawa para Pandawa, karena mereka adalah adiknya. Karna berjanji pada Kunti bahwa ia akan mengampuni nyawa para Pandawa, kecuali Arjuna.

Hari keenam belas

Pada hari keenam belas, Karna menjadi panglima tertinggi pasukan Korawa. Ia membunuh banyak prajurit pada hari itu. Sebuah pertempuran sengit terjadi antara Arjuna melawan Karna. Bahkan Kresna memuji Karna atas keberaniannya. Akhirnya Karna berhasil memutuskan tali busur Arjuna. Tepat saat Karna akan membunuh Arjuna, matahari terbenam. Karena memperhatikan peraturan peperangan, Karna mengampuni nyawa Arjuna.

Ada versi berbeda mengenai akhir hari kedelapan belas. Diceritakan bahwa Karna bertempur dengan gagah berani meski dikelilingi para jendral pasukan Pandawa. Mereka semua tidak mampu melawannya. Karna memberi serangan mematikan pada pasukan Pandawa sehingga mereka melarikan diri. Kemudian Arjuna berhasil mematahkan senjata Karna dengan senjatanya sendiri, dan juga memberikan serangan mematikan pada pasukan Korawa. Tak lama kemudian matahari terbenam, dan karena kegelapan dan debu membuat pertempuran berlangsung dengan sulit, maka pasukan Korawa ditarik mundur, dengan tujuan menghindari pertempuran di malam hari.

Hari ketujuh belas

Pada hari ketujuh belas, Karna mengalahkan Bima dan Yudistira dalam pertempuran, namun nyawa mereka diampuni. Kemudian, Karna melanjutkan pertarungannya melawan Arjuna. Saat bertarung, roda kereta Karna terperosok ke dalam lumpur sehingga Karna meminta izin untuk menghentikan pertarungan sejenak. Melihat kesempatan tersebut, Kresna mengingatkan Arjuna tentang sikap Karna yang tidak berbelas kasihan pada Abimanyu saat Abimanyu terbunuh setelah kehilangan senjata dan keretanya. Terungkitnya kenangan pahit tersebut membuat hati Arjuna perih kembali. Kemudian, Arjuna menembakkan panahnya untuk memenggal Karna, pada saat Karna berusaha mengangkat roda keretanya yang terprosok ke dalam lumpur. Pada hari yang sama, Bima menghancurkan kereta Dursasana dengan gadanya. Bima menangkap Dursasana lalu membunuhnya, sehingga terpenuhilah sumpah yang dibuatnya saat Dropadi dipermalukan.

Hari kedelapan belas

Pada hari kedelapan belas, Salya Raja Madra diangkat sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa, menggantikan posisi Karna. Pada hari itu juga, Yudistira membunuh Raja Salya, Sadewa membunuh Sangkuni, dan Bima membunuh para adik Duryodana yang masih bertahan. Setelah sadar bahwa ia telah dikalahkan, Duryodana lari dari medan pertempuran lalu beristirahat di sebuah danau. Ahirnya para Pandawa berhasil menangkapnya. Di bawah pengawasan Baladewa, pertandingan gada berlangsung antara Bima melawan Duryodana, dimana akhirnya Duryodana mengalami kekalahan.

Aswatama, Krepa, dan Kertawarma bertemu Duryodana pada saat kesatria tersebut sedang sekarat. Mereka berjanji akan membalaskan dendamnya. Kemudian pada malam hari, mereka menyerang perkemahan para Pandawa, lalu membunuh lima putra Pandawa (Pancawala), Drestadyumna dan Srikandi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_di_Kurukshetra

Persiapan Perang

Kresna tidak bersedia bertempur secara pribadi. Ia mengajukan pilihan kepada para Pandawa dan Korawa, bahwa salah satu boleh meminta pasukan Kresna yang jumlahnya besar sementara yang lain boleh memanfaatkan tenaganya sebagai seorang ksatria. Mendapat kesempatan itu, Arjuna dan Duryodana pergi ke Dwaraka untuk memilih salah satu dari dua pilihan tersebut.

Duryodana jenius di bidang politik, maka ia memilih tentara Kresna. Sedangkan para Pandawa yang diwakili Arjuna, bersemangat untuk meminta tenaga Sri Kresna sebagai seorang penasihat dan memintanya agar bertempur tanpa senjata di medan laga. Sri Kresna bersedia mengabulkan permohonan tersebut, dan kedua belah pihak merasa puas.

Pandawa telah mendapatkan tenaga Kresna, sementara Korawa telah mendapatkan tentara Kresna. Persiapan perang dimatangkan. Sekutu kedua belah pihak yang terdiri dari para Raja dan ksatria gagah perkasa dengan diringi pasukan yang jumlahnya sangat besar berdatangan dari berbagai penjuru India dan berkumpul di markasnya masing-masing. Pandawa memiliki tujuh divisi sementara Korawa memiliki sebelas divisi. Beberapa kerajaan pada zaman India kuno seperti Kerajaan Dwaraka, Kerajaan Kasi, Kerajaan Kekeya, Magada, Matsya, Chedi, Pandya dan wangsa Yadu dari Mandura bersekutu dengan para Pandawa; sementara sekutu para Korawa terdiri dari Raja Pragjyotisha, Raja Angga, Raja Kekaya, Raja Sindhu, kerajaan Kosala, Kerajaan Awanti, Kerajaan Madra, Kerajaan Gandhara, Kerajaan Bahlika, Kamboja, dan masih banyak lagi.

PIHAK PANDAWA

Pasukan Pandawa dibagi menjadi tujuh aksohini (divisi). Setiap aksohini dipimpin oleh Raja Drupada dan kedua putranya — Pangeran Drestadyumna dan Pangeran Srikandi — dari Panchala, Raja Wirata dari Matsya, Satyaki, Cekitana dan Bima. Setelah berunding dengan para pemimpin mereka, para Pandawa menunjuk Drestadyumna sebagai panglima perang pasukan Pandawa. Kitab Mahabharata menyebutkan bahwa seluruh kerajaan di daratan India utara bersekutu dengan Pandawa dan memberikannya pasukan yang jumlahnya besar. Beberapa di antara mereka yakni: Kerajaan Kekeya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, dan masih banyak lagi.

PIHAK KURAWA

Duryodana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Korawa. Bisma menerimanya dengan perasaan bahwa ketika ia bertarung dengan tulus ikhlas, ia tidak akan tega menyakiti para Pandawa. Bisma juga tidak ingin bertarung di sisi Karna dan tidak akan membiarkannya menyerang Pandawa tanpa aba-aba darinya. Bisma juga tidak ingin dia dan Karna menyerang Pandawa bersamaan dengan ksatria Korawa lainnya. Ia tidak ingin penyerangan secara serentak dilakukan oleh Karna dengan alasan bahwa kasta Karna lebih rendah daripada kastanya. Bagaimanapun juga, Duryodana memaklumi keadaan Bisma dan mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Pasukan dibagi menjadi sebelas divisi. Seratus Korawa dipimpin oleh Duryodana sendiri bersama dengan adiknya — Dursasana, putera kedua Dretarastra, dan dalam pertempuran tersebut Korawa dibantu oleh Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para Korawa — Jayadrata, serta guru mereka — Krepa. Selain itu, turut pula Kertawarma dari Wangsa Yadawa, Salya dari Madra, Sudaksina dari Kamboja, Burisrawa putra Somadatta, Raja Bahlika, Sangkuni dari Gandhara, Wrehadbala Raja Kosala, Winda dan Anuwinda dari Awanti, dan masih banyak lagi para ksatria dan raja yang memihak Korawa demi Hastinapura maupun Dretarastra.
PIHAK NETRAL

Kerajaan Widarbha dan rajanya, Raja Rukmi, selayaknya kakak Kresna, Baladewa, adalah pihak yang netral dalam peperangan tersebut.

DIVISI PASUKAN DAN PERSENJATAAN

Setiap pihak memiliki jumlah pasukan yang besar. Pasukan tersebut dibagi ke dalam aksohini (divisi). Setiap aksohini berjumlah 218.700 prajurit yang terdiri dari:

21.870 pasukan berkereta kuda
21.870 pasukan penunggang gajah
65.610 pasukan penunggang kuda
109.350 tentara darat (infantri)
Perbandingan jumlah mereka adalah 1:1:3:5. Pasukan Pandawa memiliki 7 divisi, dengan total pasukan 1.530.900 prajurit. Pasukan Korawa memiliki 11 divisi, dengan total pasukan 2.405.700 prajurit. Total seluruh pasukan yang terlibat dalam perang adalah 3.936.600 orang. Jumlah pasukan yang terlibat dalam perang sangat banyak, sebab divisi pasukan kedua belah pihak merupakan gabungan dari divisi pasukan kerajaan lain diseluruh daratan India.

Senjata yang digunakan dalam perang di Kurukshetra merupakan senjata kuno dan primitif, contohya: panah, tombak, pedang, golok, kapak-perang, gada, dan sebagainya. Para ksatria terkemuka seperti Arjuna, Bisma, Karna, Aswatama, Drona, dan Abimanyu, memilih senjata panah karena sesuai dengan keahlian mereka. Bima dan Duryodana memilih senjata gada untuk bertarung. Meskipun demikian, tidak selamanya ksatria tersebut hanya menggunakan satu jenis senjata saja. Kadangkala, Bima menggunakan panah, sedangkan Abimanyu menggunakan pedang.

FORMASI MILITER

Ilustrasi formasi Cakrabyuha (formasi melingkar), salah satu formasi perang yang digunakan oleh pihak Korawa.
Formasi militer adalah hal yang penting untuk mencapai kemenangan dalam peperangan. Dengan formasi yang baik dan sempurna, maka musuh juga lebih mudah ditaklukkan. Ada beberapa formasi militer yang disebutkan dalam Mahabharata, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Beberapa macam formasi militer tersebut sebagai berikut:

Krauncabyuha (formasi bangau)
Cakrabyuha (formasi cakram/melingkar)
Kurmabyuha (formasi kura-kura)
Makarabyuha (formasi buaya)
Trisulabyuha (formasi trisula)
Sarpabyuha (formasi ular)
Kamalabyuha atau Padmabyuha (formasi teratai)
Sulit mengindikasi dengan tepat makna dari nama-nama formasi tersebut. Nama formasi mungkin saja mengindikasi bahwa sebuah pasukan memilih suatu bentuk tertentu (seperti elang, bangau, dll.) sebagai formasi, atau mungkin saja nama suatu formasi berarti strategi mereka mirip dengan suatu hewan/hal tertentu.

ATURAN PERANG

Dua pemimpin tertinggi dari kedua belah pihak bertemu dan membuat “peraturan tentang perlakuan yang etis” (Dharmayuddha) sebagai aturan perang. Peraturan tersebut sebagai berikut:

Pertempuran harus dimulai setelah matahari terbit dan harus segera dihentikan saat matahari terbenam.
Pertempuran satu lawan satu; tidak boleh mengeroyok prajurit yang sedang sendirian.
Dua kesatria boleh bertempur secara pribadi jika mereka memiliki senjata yang sama atau menaiki kendaraan yang sama (kuda, gajah, atau kereta).
Tidak boleh membunuh prajurit yang menyerahkan diri.
Seseorang yang menyerahkan diri harus menjadi tawanan perang atau budak.
Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang tidak bersenjata.
Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang dalam keadaan tidak sadar.
Tidak boleh membunuh atau melukai seseorang atau binatang yang tidak ikut berperang.
Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit dari belakang.
Tidak boleh menyerang wanita.
Tidak boleh menyerang hewan yang tidak dianggap sebagai ancaman langsung.
Peraturan khusus yang dibuat untuk setiap senjata mesti diikuti. Sebagai contoh, dilarang memukul bagian pinggang ke bawah pada saat bertarung menggunakan gada.
Bagaimanapun juga, para kesatria tidak boleh berjanji untuk berperang dengan curang.
Meskipun aturan perang telah disepakati, banyak prajurit dan kesatria dari kedua belah pihak yang melanggarnya, dan tidak jarang mereka melakukannya.

http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_di_Kurukshetra

Perang Di Kurusetra

Perang di Kurukshetra (Dewanagari: कुरुक्षेत्रयुद्ध; IAST: Kurukṣētrayud’dha), yang merupakan bagian penting dari wiracarita Mahabharata, dilatarbelakangi perebutan kekuasaan antara lima putra Pandu (Pandawa) dengan seratus putra Dretarastra (Korawa). Dataran Kurukshetra yang menjadi lokasi pertempuran ini masih bisa dikunjungi dan disaksikan sampai sekarang. Kurukshetra terletak di negara bagian Haryana, India.

Pertempuran tersebut tidak diketahui dengan pasti kapan terjadinya, sehingga kadang-kadang disebut terjadi pada “Era Mitologi”. Beberapa peninggalan puing-puing di Kurukshetra (seperti misalnya benteng) diduga sebagai bukti arkeologinya. Menurut kitab Bhagawadgita, perang di Kurukshetra terjadi 3000 tahun sebelum tahun Masehi (5000 tahun yang lalu) dan hal tersebut menjadi referensi yang terkenal.

Meskipun pertempuran tersebut merupakan pertikaian antar dua keluarga dalam satu dinasti, namun juga melibatkan berbagai kerajaan di daratan India pada masa lampau. Pertempuran tersebut terjadi selama 18 hari, dan jutaan tentara dari kedua belah pihak gugur. Perang tersebut mengakibatkan banyaknya wanita yang menjadi janda dan banyak anak-anak yang menjadi anak yatim. Perang ini juga mengakibatkan krisis di daratan India dan merupakan gerbang menuju zaman Kaliyuga, zaman kehancuran menurut kepercayaan Hindu.

PENYEBAB PERANG

Perang di Kurukshetra merupakan klimaks dari Mahābhārata, sebuah wiracarita tentang pertikaian Dinasti Kuru sebagai titik sentralnya. Perebutan kekuasaan yang merupakan penyebab perang ini, terjadi karena para putra Dretarastra tidak mau menyerahkan tahta kerajaan Kuru kepada saudara mereka yang lebih tua, yaitu Yudistira, salah satu lima putra Pandu alias Pandawa. Nama Kurukshetra yang menjadi lokasi pertempuran ini bermakna “daratan Kuru”, yang juga disebut Dharmakshetra atau “daratan keadilan”. Lokasi ini dipilih sebagai ajang pertempuran karena merupakan tanah yang dianggap suci oleh umat Hindu. Dosa-dosa apa pun yang dilakukan di sana pasti dapat terampuni berkat kesucian daerah ini.

Dalam kitab Mahabharata disebutkan bahwa pangeran Dretarastra yang buta sejak lahir terpaksa menyerahkan takhta kerajaan Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura kepada adiknya, Pandu, meskipun dia merupakan putra sulung. Pandu berputra lima orang, yang dikenal dengan sebutan Pandawa, dengan Yudistira sebagai putra sulung. Setelah Pandu wafat, Dretarastra menggantikan posisinya sebagai kepala pemerintahan sementara sampai kelak putra sulung Pandu dewasa.[2] Kelima putra Pandu (Pandawa) dan seratus putra Dretarastra (Korawa) tinggal bersama di istana Hastinapura dan dididik oleh guru yang sama, bernama Drona dan Krepa. Disamping itu, mereka dibimbing oleh seorang bijak bernama Bisma, kakek mereka. Oleh guru dan kakeknya, Yudistira dianggap pantas meneruskan takhta Kerajaan Kuru, sebab ia berkepribadian baik. Disamping itu, Yudistira merupakan pangeran yang tertua di antara saudara-saudaranya.

Para Korawa, khususnya Duryodana, berambisi menguasai takhta Dinasti Kuru. Namun ambisi tersebut terhalangi sebab Yudistira dipandang lebih layak menjadi Raja Kuru daripada Duryodana. Untuk mewujudkan ambisinya, Duryodana berusaha menyingkirkan Yudistira dan para Pandawa dengan berbagai upaya, termasuk melakukan usaha pembunuhan. Namun kelima putra Pandu tersebut selalu selamat dari kematian, berkat perlindungan dari pamannya dan sepupu mereka, yaitu Widura dan Kresna.
Sebuah pohon beringin yang dikeramatkan di Kurukshetra, yang dianggap sebagai saksi bisu saat Sri Kresna menurunkan sloka-sloka suci dalam kitab Bhagawadgita, sesaat sebelum perang berlangsung.
Setelah gagal dalam usaha pembunuhan, kemudian Korawa memutuskan untuk menipu para Pandawa dengan cara mengajak mereka bermain dadu, dengan syarat yang kalah harus meninggalkan istana selama tiga belas tahun. Permainan dadu yang sudah disetel dengan licik mengakibatkan Pandawa kalah, sehingga mereka harus meninggalkan kerajaan selama tiga belas tahun dan terpaksa mengasingkan diri ke hutan. Sebelum Pandawa dibuang, Dretarastra berjanji akan menyerahkan takhta kerajaan Kuru kepada Yudistira sebab ia merupakan putra mahkota Dinasti Kuru yang sulung.

Setelah masa pengasingan selama tiga belas tahun berakhir, sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak meminta kembali kerajaannya. Namun Duryodana menolak mentah-mentah untuk menyerahkan kembali kerajaannya. Meskipun mendapatkan tanggapan seperti itu, Yudistira dan adik-adiknya masih mampu bersabar. Sebagai seorang pangeran, Pandawa merasa wajib dan berhak turut serta dalam administrasi pemerintahan, maka mereka meminta lima buah desa saja. Tetapi Duryodana sombong dan berkata bahwa ia tidak bersedia memberikan tanah kepada para Pandawa, bahkan yang seluas ujung jarum pun. Jawaban itu membuat para Pandawa tidak bisa bersabar lagi dan perang tak bisa dihindari. Di pihak lain, Duryodana pun sudah mengharapkan peperangan.

MISI DAMAI KRESNA

Sebelum keputusan untuk berperang diumumkan, para Pandawa berusaha mencari sekutu dengan mengirimkan surat permohonan kepada para raja di daratan India Kuno agar mau mengirimkan pasukannya untuk membantu para Pandawa jika perang tidak batal dilakukan. Begitu juga yang dilakukan oleh para Korawa, mencari sekutu. Hal itu membuat para raja di daratan India Kuno terbagi menjadi dua pihak, pihak Pandawa dan pihak Korawa.

Sementara itu, Kresna mencoba untuk melakukan perundingan damai. Kresna pergi ke Hastinapura untuk mengusulkan perdamaian antara pihak Pandawa dan Korawa. Namun Duryodana menolak usul Kresna dan merasa dilecehkan, maka ia menyuruh para prajuritnya untuk menangkap Kresna sebelum meninggalkan istana. Tetapi Kresna bukanlah manusia biasa. Ia mengeluarkan sinar menyilaukan yang membutakan mata para prajurit Duryodana yang hendak menangkapnya. Pada saat itu pula ia menunjukkan bentuk rohaninya yang hanya disaksikan oleh tiga orang berhati suci: Bisma, Drona, dan Widura.

Setelah Kresna meninggalkan istana Hastinapura, ia pergi ke Uplaplawya untuk memberitahu para Pandawa bahwa perang tak akan bisa dicegah lagi. Ia meminta agar para Pandawa menyiapkan tentara dan memberitahu para sekutu bahwa perang besar akan terjadi.

Episode 196 – 200

Episode 196

196

Dengan berat hati, Radha memberitahukan Karna bahwa dia bukan ibu kandungnya. Karna sangat tertekan. Apalagi Adhiratha juga memperjelas status Karna bahwa ia ditemukan di sungai, di dalam keranjang yang hanyut. Di Hastinapura, Kunti khawatir akan keselamatan Karna dalam perang. Krishna membesarkan hati Kunti, bahwa masalahnya bisa diselesaikan, asalkan Kunti mau bertemu Karna. Di tepi sungai, Karna begtu tertekan dan menderita. Dia marah mengingat masa lalunya. Wrushali coba menghibur Karna. Sambil terisak sedih, Karna menyesal harus berperang melawan Pandawa, yang akhirnya dia yakini bahwa Pandawa adalah adik-adiknya. Wrushali menyarankan Karna untuk berbicara dengan Kunti untuk mencari kejelasan. Kunti mau bertemu Karna. Dengan gugup, Kunti berjalan menghampiri Karna. Dia ingin mendapatkan pengakuan dari Karna sebagai ibunya.

Episode 197

197

Kunti bertemu dengan Karna. Hatinya terluka manakala Karna tidak mengakui dirinya sebagai ibunya dan masih memanggil dengan sebutan Ibu Ratu. Kunti meminta maaf pada Karna atas perbuatannya di masa lalu. Dia mengaku malu ketika melahirkan Karna akibat kecerobohannya menggunakan mantra sakti dari Resi Durwasa yaitu bisa memanggi Dewa Surya. Dia tidak rela Karna berperang melawan adik-adiknya. Dia ingin Karna menjadi kakak tertua para Pandawa. Karna mengatakan pada Kunti bahwa ia tidak akan meninggalkan Duryodhana. Karna akan membalas budi karena dia telah diangkat derajatnya oleh Duryodhana. Karna berpesan agar Kunti tidak mengungkapkan kepada Pandawa bahwa ia adalah saudara mereka yang lebih tua. Karna berjanji pada Kunti bahwa ia tidak akan membunuh anak-anaknya, kecuali Arjuna. Dia mengatakan bahwa putra Kunti tetap berjumlah lima sesudah perang, walaupun dia atau Arjuna yang mati. Karna juga berjanji, dia akan memanggil Kunti Ibu bila perang usia. Di Kerajaan Matsya, Arjuna membuka pesan dari Krishna yang dibawa burung elang. Negosiasi telah gagal, berarti perang akan segera dimulai. Yudhishthira memerintahkan Arjuna dan Bima untuk segera mengumpulkan tentara mereka.

Episode 198

198

Dropadi memutuskan untuk tinggal bersama di medan perang dengan Pandawa. Dia bersama para wanita akan merawat pasukan yang terluka. Bisma sedang berdiri di depan tahta Hastinapura. Dia melihat tahta itu untuk terakhir kalinya dengan hati sedih. Dia mengatakan pada Perdana Menteri Widura bahwa dia menjadi orang yang bertanggung jawab atas kematian tentara Pandawa. Tentara Pandawa bersiap-siap untuk perang. Satu persatu mereka diberkati Dropadi. Mulai dari anak-anak Pandawa juga kelima suaminya. Tidak lupa pada adiknya juga, Srikandi yang datang dari Kerajaan Pancala. Duryodhana dan saudara-saudaranya pun meminta restu dari Raja Dhritarashtra dan Ratu Gandhari. Raja dan Ratu Hastinapura ini meneteskan air mata kesedihan. Pandawa menunjuk Srikandi sebagai Jenderal dan pimpinan perang di hari pertama. Srikandi adalah adik Drupadi yang diyakini sebagai titisan atau reinkarnasi Dewi Amba, wanita yang hingga akhir hayat menuntut keadilan pada Bisma karena sudah menghancurkan kebahagiaannya. Dipilihnya Srikandi sebagai Komandan Perang, karena Bisma bersumpah akan meletakkan senjatanya bisa berhadapan dengan musuh perempuan. Tentara Pandawa dan Korawa berkumpul di medan perang di padang kurusetra. Pandawa dan Kurawa saling berhadapan. Krishna berdiri di tengah dua kubu ini. Ia memberitahu mereka bahwa perang akan dimulai setelah tiga hari, yaitu ketika bintang-bintang Kritika dan Rohini berbaris lurus lunar ke 9 di hari yeng ke 14. Disaat itulah PERANG MAHABHARATA dimulai.

Episode 199

199

Pandawa datang ke perkemahan Kurawa untuk membahas aturan perang. Sebelumnya, Dropadi sempat khawatir dengan kelicikan Sangkuni. Dia khawatir Sangkuni telah menyiapkan akal musilhat. Duryodhana mengawali pertemuan dengan mengatakan pada Krishna bahwa Pandawa tidak akan mampu mengalahkan dia karena ia telah memiliki prajurit tak terkalahkan seperti Bisma, Guru Dronacharya dan Karna yang ada di sisinya. Komandan Pandawa, Srikandi mengatakan pada Duryodhana bahwa dia, Dhrishtadyumna (kakak Dropadi dan Srikandi) dan Arjuna mampu mengalahkan Bisma, Dronacharya dan Karna. Sangkuni membacakan aturan perang. Perang dimulai saat faja dan diakhiri sore hari yaitu dengan tanda dari suara cangkang keong. Satu prajurit harus melawan prajurit yang lain sesuai dengan kemampuannya, misalnya Arjuna sebagai pemanah harus melawan Karna yang juga pemanah. Tentara yang sudah terluka tidak boleh dilukai. Tentara yang tidak berperang tidak boleh dilukai. Dan, dia mengatakan pada Yudhishthira bahwa perempuan tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam perang karena perempuan adalah orang yang harus dilindungi, dihormati dan tidak boleh dilukai. Sangkuni memanfaatka sifat Yudhishthira yang seumur hidup bersumpah tidak akan berbohong dan menegakkan kebenaran. Yudhistira setuju dengan aturan tersebut, membuat Srikandi terpukul tidak bisa ikut perang.
Episode 200

200

Srikandi menemui Bisma di tepi sungai. Saat itu, di pinggir sungai tengah disusun kayu-kayu yang akan ditumpuk untuk proses pembakaran prajurit yang mati saat berperang. Dia mengungkapkan kemarahannya karena tidak bisa  berpartisipasi dalam perang. Bisma mengatakan bahwa ia belum menerapkan aturan bahwa perempuan tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam perang. Dia memberitahu Srikandi bahwa ia sedang menunggu saat-saat kematiannya. DIa tahu bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Dewi Amba yang dikirim ke medan perang untuk mengambil nyawanya. Karna juga melakukan ritual dengan berdoa meminta restu Dewa Surya, ayahnya. Dewa Surya mengatakan bahwa setiap Dewa ingin anank-anaknya menang, termasuk Dewa Indra yang ingin Arjuna menang di medan perang. Dewa Surya mengatakan pada suatu saat nanti, Dewa Indra akan memimta keempat ating dan perisai tubuh Karna yang merupakan pemberiannya. Tanpa perisai Karna dapat dilukai Arjuna. Karna mengatakan bahwa siapapun yang akan meminta benda yang ia miliki, ia akan memberinya, apalagi Dewa Indra. Di perkemahan, setiap Raja dari Kerajaan yang ikut berperang di pihak Kurawa meminta restu pada Bisma. Bisma menegaskan pada Duryodhana bahwa Karna belum meminta restunya. Karna tidak mau meminta restu Bisma karena dia berperang hanya untuk menjalankan tugasnya melindungi Duryodhana. Sangkuni menghampiri Karna untuk mengatakan bahwa dia harus mematuhi Bisma. Duryodhana mendatangi Karna dan Sangkuni, dia berkata bahwa saat perang dia akan aman karena Karna akan melindungi dirinya dengan bantuan perisai sakti di dalam tubuh Karna.

– Mahabharata : catatan aien hisyam –


Episode 196

Radha informs Karna that she is not his biological mother. Karna becomes depressed on learning the same. Adhiratha informs the truth to Karna. Kunti becomes worried about Karna’s safety in the war. Krishna advises Kunti to meet Karna. Karna becomes upset on recalling his past. Vrushali tries to console Karna. Karna regrets having to fight against the Pandavas, in the war. Vrushali advises Karna to speak to Kunti. Kunti meets Karna, and seeks alms from him.

Episode 197

Kunti repents for not accepting Karna as her son, and apologises to him. She requests Karna to take the Pandavas’ side. Karna tells Kunti that he will not deceive Duryodhan. He requests Kunti not to reveal to the Pandavas that he is their elder brother. Karna promises Kunti that he will not kill her sons, except Arjun. He tells Kunti that either he or Arjun will be alive after the war. On learning about Duryodhan’s decision, Yudhishthir instructs Arjun and Bheem to accumulate their army.

Episode 198

Draupadi decides to stay in the battlefield with the Pandavas. Bhishma sees the throne of Hastinapur for the last time. He informs Vidur that the person who might be responsible for his death is in the Pandavas’ army. The Pandavas’ army gets ready for the war. Duryodhan and his brothers seek blessings from Dhritarashtra and Gandhari. The armies of the Pandavas and the Kauravas gather in the battlefield. Krishna informs them that the war will begin after three days.

Episode 199

Duryodhan tells Krishna that the Pandavas will not be able to defeat him as he has unbeatable warriors like Bhishma, Dronacharya and Karna on his side. The Pandavas’ commander, Shikhandini, informs Duryodhan that she, Dhrishtadyumna and Arjun are capable of defeating Bhishma, Dronacharya and Karna, respectively. Shakuni reads out the rules of the war. He informs Yudhishthir that women are not allowed to participate in the war. Yudhishthir agrees to the same.
Episode 200

Shikhandini confronts Bhishma for not allowing her to participate in the war. Bhishma tells her that he has not implemented the rule that women are not allowed to participate in the war. He informs Shikhandini that he is waiting to die. Suryadev informs Karna that Indradev will ask for his Kavach and Kundal. Bhishma informs Duryodhan that Karna has not yet complied with him. Shakuni asks Karna to comply with Bhishma. Duryodhan decides to protect himself with the help of Karna’s Kavach and Kundal.

Episode 181 – 185

Episode 181

181

Krishna memberitahukan Dropadi tentang hasil dari peperangan . Kelak, keturunan Shantanu akan binasa dalam peperangan, kecuali suaminya. Dropadi terpukul mendengar pernyataan Krshna. Dia sangat sedih harus kehilangan anak-anaknya. Melihat kesedihan Dropadi, Krishna meminta Dropadi untuk memutuskan apakah akan tetap melanjutkan perang atau tidak. Di dapur, Yudhishthira meminta anak-anaknya untuk makan kue laddoos tanpa menekuk siku mereka. Anak-anak Pandawa ini kesulitan. Datang Dropadi, dan mereka meminta Ibunya mengajarkan cara memakan laddoos tanpa menekuk tangan. Dropadi yang masih bersedih, meminta anaknya untuk memberi makan satu sama lain. Melihat keluarganya bahagia, Dropadi semakin terpukul dan takut kehilangan. Dia memutuskan untuk tidak melanjutkan peperangan. Dropadi mengungkapkan kecemasannya pada Krishna, bahwa ia tidak akan mampu mentolerir kematian putranya. Dia mengatakan pada Krishna bahwa dia tidak ingin terjadi peperangan.

Episode 182

182

Bisma mengingatkan Raja Dhritarashtra bahwa peperangan sulit dihindari. Dia meminta Dhritarashtra siap menghadapi kemungkinan yang terburuk, yaitu kehilangan anak-anaknya. Kali ini, Bhisma tidak akan mengikuti sarannya. Dia menyarankan Dhritarashtra untuk memerintahkan Sangkuni kembali ke Gandhara. Di tempat terpisah, Karna membahas tentang strategi perang pada Duryodhana. Sangkuni mengingtkan Karna bahwa Krishna tidak bisa dikalahkan. Duryodhana menghadap ayahnya, Raja Dhritarashtr, agar ia dan saudara-saudaranya juga Karna diperbolehkan menyerang Kerajaan Matsya, tempat dimana Pandawa kini berada. Namun, Sangkuni meyakinkan Duryodhana agar tidak tergesa-gesa berperang. Setelah berpesan, Sangkuni memutuskan meninggalkan Hastinapura kembali ke Gandhara.

Episode 183

183

Raja Dhritarashtra menghentikan langkah Sangkuni. Dia memutuskan mengirim Sanjay ke Pandawa untuk berdiskusi tentang rencana perang. Sangkuni mengingatkan Dhritarashtra bahwa undangan pertemuan harus datang dari Pandawa. Di Kerajaan Matsya sedang digelar pertunjukan badut untuk menghibur. Subadra ingin mendengarkan cerita tentang Krishna. Cerita diawali dengan munculnya Kamsa, anak penguasa Mathura, Raja Ugrasena. Kamsa mengejar Dewaki dan Basudewa, Dewaki adalah anak Dewaka, adik Ugrasena. Kamsa menghentikan kereta Dewaki dan Basudewa yang akan meninggalkan Mathura. Kamsa percaya ramalan yang mengatakan bahwa anak ke-8 Dewaki akan membunuhnya. Dia harus membunuh semua anak Dewaki dan Basudewa. Kamsa akan membunuh Dewaki, tapi dicegah Basudewa. Dia memilih di penjara bersama istrinya. Kamsa menjebloskan sepupunya ini ke penjara, dan bersumpah akan membunuh anak Dewaki.

Episode 184

184

Basudewa dan Dewaki dirantai dan di penjara oleh Kamsa. Di dalam penjara, Dewaki melahirkan anaknya yang ketujuh. Kamsa datang dan langsung membunuh anak laki-laki itu. Dewaki tak kuasa menahan kesedihan. Ketika Dewaki akan melahirkan anaknya yang kedelapan, ia mengatakan pada Basudewa bahwa tidak akan mampu lagi bertahan jika Kamsa membunuh anak kedelapannya ini. Diluar suara petir dan hujan badai begitu mencekam. Kamsa memprediksi bahwa Dewaki akan melahirkan. Dia memerintahkan seorang tentara untuk memberitahukan kepadanya setelah Dewaki melahirkan anaknya. Dewa Wisnu muncul di depan Dewaki dan Basudewa. Dia meminta ijin pada Dewaki untuk menjelma sebagai anaknya. Dewaki akhirnya melahirkan anak kedelapannya, anak laki-laki.
Episode 185

185

Keajaiban muncul. Pintu penjara terbuka. Para penjaga juga tersungkur pingsan. Basudewa memutuskan untuk membawa bayi yang baru lahir itu pada temannya, Nanda. Ketika Basudewa hendak melewati sungai suci Yamuna, tiba-tiba air sungai terbelah, membentuk jalan yang dapat dilalui Basudewa. Seekor ular sangat besar berkepala tujuh juga melindungi Basudewa dari siraman air hujan. Basudewa memberikan bayi yang baru lahir ke Nanda. Dia mengambil bayi perempuan Nanda dan kembali ke penjara. Ketika Kamsa datang ke penjara dan hendak membunuh bayi Dewaki, tiba-tiba bayi perempuan itu berubah menjadi seorang dewi, dan memberitahukan Kamsa bahwa anak yang ditakdirkan untuk membunuhnya sekarang berada di tempat yang aman. Kamsa terpana. Seluruh keluarga kerajaan yang mendengarkan cerita Krishna meneteskan air mata. Krishna menceritakan arti pengorbanan dan kehilangan anak-anak yang sangat dicintai. Dropadi tertegun sambil terus menitikkan air mata.

– Mahabharata : catatan aien hisyam –


Episode 181

Krishna informs Draupadi that Shantanu’s lineage will perish in the war, except for her husbands. He asks Draupadi to decide whether to wage the war. Yudhishthir asks his sons to eat the laddoos without bending their elbows. Draupadi asks her sons to feed each other. On seeing her family happy, Draupadi decides not to wage the war. Draupadi informs Krishna that she will not be able to tolerate the deaths of her sons. She tells Krishna that she does not want to wage the war.

Episode 182

Bhishma reminds Dhritarashtra that he had not followed his suggestions. He suggests Dhritarashtra to instruct Shakuni to return to Gandhar. Karna discusses about the war with Duryodhan. Shakuni informs Karna that Krishna is invincible. Duryodhan informs Dhritarashtra that his brothers and Karna will attack Matsya. Shakuni convinces Duryodhan not to wage the war, and decides to leave Hastinapur.

Episode 183

Dhritarashtra stops Shakuni and decides to send Sanjay to the Pandavas for compromise. Shakuni informs Dhritarashtra that the proposal for the compromise should come from the Pandavas. Subhadra wants to listen Krishna’s story. A buffoon demonstrates Krishna’s story. In which, Kans keeps his father Ugrasena as hostage and becomes the king. He stops Devaki and Vasudev from leaving Mathura as their 8th child will kill him. Kans decides to kill Devaki. Vasudev asks Kans to imprison him and Devaki. Kans kills Devaki’s child.

Episode 184

Vasudev and Devaki plead with Kans not to kill their infant child. Kans kills Devaki’s seven children. Devaki informs Vasudev that she will not be able to survive, if Kans kills her eighth child. On seeing the weather deteriorating, Kans predicts that Devaki might give birth. He instructs a soldier to inform him after Devaki delivers her child. Lord Vishnu appears in front of Devaki and Vasudev. He seeks Devaki’s permission to reincarnate as her son. Devaki gives birth to her eighth child, a boy.
Episode 185

Vasudev decides to leave the new born baby with his friend, Nand. Meanwhile, the soldiers become unconscious, and the doors of the prison get unlocked. The holy river, Yamuna, makes a way for Vasudev. A seven-headed snake protects Vasudev and the new born baby from the storm. Vasudev gives the new born baby to Nand. He takes Nand’s baby girl, and returns to the prison. The baby girl transforms into a goddess, and informs Kans that the child who is destined to kill him, is safe.

Penyamaran Di Matsya

Pandavas (1)

Setelah 12 tahun menjalani pembuangan di hutan, kelima Pandawa dan Dropadi kemudian memasuki masa penyamaran selama setahun. Sebagai tempat persembunyian, mereka memilih Kerajaan Matsya yang dipimpin oleh Wirata. Kisah ini terdapat dalam kitab Mahabharata jilid keempat atau Wirataparwa. Yudistira menyamar dengan nama Kanka sebagai seorang brahmana yang mengajari Raja Wirata permainan dadu. Bima menjadi Balawa sebagai tukang masak, Arjuna menjadi Wrihanala sebagai banci guru tari, Nakula menjadi Damagranti sebagai tukang kuda, Sadewa menjadi Tantripala sebagai penggembala sapi, sedangkan Dropadi menjadi Sailandri sebagai dayang istana.

Pada akhir tahun penyamaran Pandawa, terjadi peristiwa serangan kerajaan Kuru terhadap kekuasaan Wirata. Seluruh kekuatan kerajaan Matsya dikerahkan menghadapi tentara kerajaan Trigartha, sekutu Duryodhana. Akibatnya, istana Matsya menjadi kosong dan dalam keadaan terancam oleh serangan pasukan Hastinapura. Utara putra Wirata yang ditugasi menjaga istana, berangkat ditemani Wrihanala (Arjuna) sebagai kusir. Di medan perang Wrihanala membuka samaran dan tampil menghadapi pasukan Duryodana sebagai Arjuna. Seorang diri ia berhasil memukul mundur pasukan dari Hastinapura tersebut. Sementara itu, pasukan Wirata juga mendapat kemenangan atas pasukan Trigartha. Wirata dengan bangga memuji-muji kehebatan Utara yang berhasil mengalahkan para Korawa seorang diri. Kanka alias Yudistira menjelaskan bahwa kunci kemenangan Utara adalah Wrihanala. Hal itu membuat Wirata tersinggung dan memukul kepala Kanka sampai berdarah.

Dalam versi pewayangan Jawa, Wirata adalah nama kerajaan, bukan nama orang. Sedangkan rajanya bernama Matsyapati. Dalam kerajaan tersebut, Yudistira atau Puntadewa menyamar sebagai pengelola pasar ibu kota bernama Dwijakangka. Saat batas waktu penyamaran telah genap setahun, kelima Pandawa dan Dropadi pun membuka penyamaran. Mengetahui hal itu, Wirata merasa sangat menyesal telah memperlakukan mereka dengan buruk. Ia pun berjanji akan menjadi sekutu Pandawa dalam usaha mendapatkan kembali takhta Indraprastha.

Kehidupan Pandawa Di Pembuangan & Pertanyaan Yang Diajukan Yaksa Pada Yudhistira

Kehidupan para Pandawa dan Dropadi dalam menjalani masa pembuangan selama 12 tahun di hutan dikisahkan pada jilid ketiga kitab Mahabharata yang dikenal dengan sebutan Wanaparwa. Yudistira yang merasa paling bertanggung jawab atas apa yang menimpa keluarga dan negaranya berusaha untuk tetap tabah dalam menjalani hukuman. Ia sering berselisih paham dengan Bima yang ingin kembali ke Hastinapura untuk menumpas para Korawa. Meskipun demikian, Bima tetap tunduk dan patuh terhadap perintah Yudistira supaya menjalani hukuman sesuai perjanjian.

Suatu ketika para Korawa datang ke dalam hutan untuk berpesta demi menyiksa perasaan para Pandawa. Namun, mereka justru berselisih dengan kaum Gandharwa yang dipimpin Citrasena. Dalam peristiwa itu Duryodana tertangkap oleh Citrasena. Akan tetapi, Yudistira justru mengirim Bima dan Arjuna untuk menolong Duryodana. Ia mengancam akan berangkat sendiri apabila kedua adiknya itu menolak perintah. Akhirnya kedua Pandawa itu berhasil membebaskan Duryodana. Niat Duryodana datang ke hutan untuk menyiksa perasaan para Pandawa justru berakhir dengan rasa malu luar biasa yang ia rasakan.

Peristiwa lain yang terjadi adalah penculikan Dropadi oleh Jayadrata, adik ipar Duryodana. Bima dan Arjuna berhasil menangkap Jayadrata dan hampir saja membunuhnya. Yudistira muncul dan memaafkan raja kerajaan Sindu tersebut.

Pada suatu hari menjelang berakhirnya masa pembuangan, Yudistira dan keempat adiknya membantu seorang brahmana yang kehilangan peralatan upacaranya karena tersangkut pada tanduk seekor rusa liar. Dalam pengejaran terhadap rusa itu, kelima Pandawa merasa haus. Yudistira pun menyuruh Sadewa mencari air minum. Karena lama tidak kembali, Nakula disuruh menyusul, kemudian Arjuna, lalu akhirnya Bima menyusul pula. Yudistira semakin cemas karena keempat adiknya tidak ada yang kembali.

Yudistira kemudian berangkat menyusul Pandawa dan menjumpai mereka telah tewas di tepi sebuah telaga. Ada seekor bangau (baka) yang mengaku sebagai pemilik telaga itu. Ia menceritakan bahwa keempat Pandawa tewas keracunan air telaganya karena mereka menolak menjawab pertanyaan darinya. Sambil menahan haus, Yudistira mempersilakan Sang bangau untuk bertanya. Sang bangau lalu berubah wujud menjadi Yaksa. Satu per satu pertanyaan demi pertanyaan berhasil ia jawab. Inilah sebagian pertanyaan yang diajukan Yaksa pada Yudistira:

Yaksa: Apa yang lebih berat daripada Bumi, lebih luhur daripada langit, lebih cepat daripada angin dan lebih berjumlah banyak daripada gundukan jerami?

Yudhishthira: Sang Ibu lebih berat daripada Bumi, Sang Ayah lebih luhur daripada langit, Pikiran lebih cepat daripada angin dan kekhawatiran kita lebih berjumlah banyak daripada gundukan jerami.

Yaksa: Siapakah kawan dari seorang musafir? Siapakah kawan dari seorang pesakitan dan seorang sekarat?

Yudhishthira: Kawan dari seorang musafir adalah pendampingnya. Tabib adalah kawan seorang yang sakit dan kawan seorang sekarat adalah amal.

Yaksa: Hal apakah yang jika ditinggalkan membuat seseorang dicintai, bahagia dan kaya?

Yudhishthira: Keangkuhan, bila ditinggalkan membuat seseorang dicintai. Hasrat, bila ditinggalkan membuat seseorang kaya dan keserakahan, bila ditinggalkan membuat seseorang bahagia.

Yaksa: Musuh apakah yang tidak terlihat? Penyakit apa yang tidak bisa disembuhkan? Manusia macam apa yang mulia dan hina?

Yudhishthira: Kemarahan adalah musuh yang tidak terlihat. Ketidakpuasan adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Manusia mulia adalah yang mengharapkan kebaikan untuk semua makhluk dan Manusia hina adalah yang tidak mengenal pengampunan.

Yaksa: Siapakah yang benar-benar berbahagia? Apakah keajaiban terbesar? Apa jalannya? Dan apa beritanya?

Yudhishthira: Seorang yang tidak punya hutang adalah benar-benar berbahagia. Hari demi hari tak terhitung orang meninggal. Namun yang masih hidup berharap untuk hidup selamanya. Ya Tuhan, keajaiban apa yang lebih besar? Perbedaan pendapat membawa pada kesimpulan yang tidak pasti, Antara Śruti saling berbeda satu sama lain, bahkan tidak ada seorang Resi yang pemikirannya bisa diterima oleh semua. Kebenaran Dharma dan tugas, tersembunyi dalam gua-gua hati kita. Karena itu kesendirian adalah jalan dimana terdapat yang besar dan kecil. Dunia yang dipenuhi kebodohan ini layaknya sebuah wajan. Matahari adalah apinya, hari dan malam adalah bahan bakarnya. Bulan-bulan dan musim-musim merupakan sendok kayunya. Waktu adalah Koki yang memasak semua makhluk dalam wajan itu (dengan berbagai bantuan seperti itu). Inilah beritanya.

Akhirnya, Yaksa pun mengaku kalah, namun ia hanya sanggup menghidupkan satu orang saja. Dalam hal ini, Yudistira memilih Nakula untuk dihidupkan kembali. Yaksa heran karena Nakula adalah adik tiri, bukan adik kandung. Yudistira menjawab bahwa dirinya harus berlaku adil. Ayahnya, yaitu Pandu memiliki dua orang istri. Karena Yudistira lahir dari Kunti, maka yang dipilihnya untuk hidup kembali harus putra yang lahir dari Madri, yaitu Nakula. Yaksa terkesan pada keadilan Yudistira. Ia pun kembali ke wujud aslinya, yaitu Dewa Dharma. Kedatangannya dengan menyamar sebagai rusa liar dan yaksa adalah untuk memberikan ujian kepada para Pandawa. Berkat keadilan dan ketulusan Yudistira, maka tidak hanya Nakula yang dihidupkan kembali, melainkan juga Bima, Arjuna, dan Sadewa.

Episode 171 – 175

Episode 171

171

Bisma Agung menyarankan Duryodhana untuk mengembalikan tahta Kerajaan Indraprasta ke tangan Pandawa. Tapi, lagi-lagi Sangkuni dengan akal liciknya terlibat campur tangan. Raja Dhritarashtra jadi ragu-ragu untuk memenuhi perintah Bisma ini. Pandawa akhirnya bertekad untuk berperang melawan Korawa. Sangkuni menghasut Bisma Agung bahwa Pandawa telah melakukan ketidakadilan kepada Korawa. Sayangnya, Bisma terhasut perkataan Sangkuni dan menuruti perintah Raja untuk berperang melawan Pandawa. Pandawa kemudian mempersiapkan diri untuk perang. Di medan perang, Bisma memerintahkan Pandawa untuk melawan dia atau mundur. Arjuna ragu-ragu untuk menyerang Bisma. Pandawa justru turun dari kereta masing-masing dan berjalan ke tengah menemui Bisma. Bisma pun melakukan hal yang sama. Bisma kemudian menceritakan pada Pandawa bahwa ia harus melakukan tugasnya, yaitu berperang melawan Kurawa atau Hastinapura.

Episode 172

172

Bisma menyarankan Pandawa untuk berperang melawan Hastinapura untuk menegakkan keadilan. Dia memberkati Pandawa dalam peperangan kelak, namun Bisma juga menegaskan pada Pandawa bahwa dia akan berada di pihak Hastinapura dalam peperangan. Ketika pulang ke Hastinapura, Bisma Agung membawa kabar pada Duryodhana bahwa Pandawa siap berperang melawan Hastinapura. Pandawa juga sudah mengetahui cara untuk mengalahkannya. Sangkuni menuduh Bisma lah yang memulai peperangan. Bisma Agung mengalami berbagi dilema. Dia pergi ke sungai Gangga untuk menemui Ibunya, Putri Ganga. Ganga membela keputusan Bisma tersebut. Di Indraprasta, Yudhishthira mengalami kekhawatiran karena harus menghadapi peperangan. Dropadi menyarankan Pandawa untuk mencari nasihat Krishna.

Episode 173

173

Sangkuni mengajak Duryodhana dan Dushyasan ke Kerajaan Dwaraka. Dia menyarankan Duryodhana untuk meminta restu Raja Balaram, agar mau mendukungnya dalam peperangan mendatang. Di sana juga ada Basudewa Khrisna. Mereka berbincang-bincang di pantai pinggir laut. Tiba-tiba datang putuhan prajurit membentuk formasi perang mengepung Balaram, Khrisna, Duryodhana, Dushyasana dan Sangkuni. Dari kejauhan muncul Abimanyu menunggang kuda. Abimanyu menampilkan keterampilan prajurit nya dengan memecah pertahanan Chakravyuha. Duryodhana dan Sangkuni dibuat terpana. Balaram kemudian mengundang Duryodhana untuk bertarung persahabatan. Sangkuni melihat bahwa Balaram secara agresif berkelahi dengan Duryodhana. di kursi penonton Krishna memberitahu Sangkuni, bahwa Balaram menghukum Duryodhana. Arjuna juga tiba di Dwaraka, dan sangat senang bisa bertemu anaknya, Abimanyu.
Episode 174

174

Abimanyu memiliki bakat yang sama dengan Arjuna yang ahli memanah. Untuk menarik simpati Balaram, Duryodhana meminta maaf kepada Balaram dan berbagi kesedihannya dengan pura-pura menangis. Sementara itu, Krishna justru menyebutkan kejahatan Duryodhana pada Balaram. Melihat keadaan yang tidak mungkin memainta dukungan, Duryodhana akhirnya meminta Balaram tidak mendukung Pandawa dalam perang mendatang. Balaram meyakinkan Duryodhana bahwa Krishna dan pasukannya tidak akan mengangkat senjata melawan Hastinapura. Di waktu yang bersamaan, Arjuna datang dan mendengar ucapan Balaram. Arjuna mencoba untuk meyakinkan Balaram untuk mendukung dia, tetapi sia-sia. Krishna justru membela Balaram. Subadra menghibur Arjuna yang sedang bersedih, agar percaya pada Krishna.

Episode 175

175

Krishna mengatakan pada Balaram bahwa perang diperlukan untuk membawa perubahan di masyarakat. Balaram mendengarkan seluruh ucapan dan nasehat Basudewa Krishna. Di tempat latihan, Duryodhana mendatangi Abimanyu yang sedang berlatih memanah kendi-kendi yang digantungkan. Setiap kendi diberi gambar wajah. Duryodhana mengingatkan Abimanyu bahwa kelak dalam peperangan dia harus melawan orang-orang yang dicintainya, yaitu Balaram dan Krishna. Pada Duryodhana, Balaram memutuskan untuk tidak berpartisipasi dalam perang. Dia memberitahu Duryodhana bahwa ia akan membantu orang pertama yang dikabulkan permintaannya oleh Krishna. Segera Sangkuni mengatakan pada Duryodhana untuk mendekati Krishna sebelum Arjuna melakukan hal yang sama. Duryodhana mendatangi Krishna yang sedang tertidur. Duryodhana memilih duduk di samping kepala Krishna. Tak berapa lama, Arjuna datang. Arjuna melihat ada bangku kosong di sebeah kepala Krishna, tapi dia memilih duduk di samping kaki Krishna. Ketika terbangun, Krishna justru langsung melihat Arjuna yang duduk bersila di kakinya. Dia langsung bertanya, apa yang diinginkan Arjuna.

– Mahabharata : catatan aien hisyam –


Episode 171
Bhishma advises Duryodhan to return the throne to the Pandavas, but Shakuni intervenes. Dhritarashtra hesitates to heed to Bhishma’s orders. The Pandavas decide to wage war against the Kauravas. Shakuni informs Bhishma that the Pandavas are doing injustice to the Kauravas. The Pandavas prepare themselves for the war. Bhishma orders the Pandavas to fight against him or retreat. Arjun hesitates to attack Bhishma. Bhishma tells the Pandavas that he has to perform his duties.

Episode 172
Bhishma suggests the Pandavas to wage war against Hastinapur. He blesses the Pandavas, and informs them that he will be representing Hastinapur in the war. Bhishma informs Duryodhan that the Pandavas are aware of the technique to defeat him. Shakuni accuses Bhishma of initiating the war. Bhishma shares his dilemma with Ganga. Ganga defends Bhishma’s decision. Yudhishthir becomes worried on thinking about the war. Draupadi suggests the Pandavas to seek Krishna’s advice.

Episode 173
Shakuni takes Duryodhan and Dushyasan to Dwaraka. He suggests Duryodhan to request Balaram to support him in the upcoming war. Abhimanyu showcases his warrior skills by breaking the Chakravyuha. Balaram invites Duryodhan for a friendly fight. Shakuni sees that Balaram is aggressively fighting with Duryodhan. Krishna informs Shakuni that Balaram is punishing Duryodhan. Arjun arrives at Dwaraka, and becomes delighted on meeting his son, Abhimanyu.

Episode 174
Abhimanyu seeks Arjun’s blessings. Duryodhan apologises to Balaram. He shares his sorrows with Balaram. Meanwhile, Krishna mentions Duryodhan’s misdeeds. Duryodhan requests Balaram not to support the Pandavas in the upcoming war. Balaram assures Duryodhan that Krishna and his army will not raise weapon against Hastinapur. Arjun tries to convince Balaram to support him, but in vain. Krishna defends Balaram. Subhadra suggests Arjun to believe Krishna.

Episode 175
Krishna tells Balaram that the war is necessary to bring a change in the society. Duryodhan reminds Abhimanyu that he has to fight against Balaram and Krishna. Balaram decides not to participate in the war. He informs Duryodhan that he will help the person who meets Krishna first. Shakuni tells Duryodhan to approach Krishna before Arjun does the same. Duryodhan sits beside Krishna’s head, while Arjun sits beside Krishna’s legs. On waking up, Krishna notices Arjun, and asks for his wish.

Episode 166 – 170

Episode 166

166

Raja Virat khawatir tentang perilaku Keechak saat ini. Kank (Yudhisthira) menyarankan Virat tidak bergantung pada Keechak dalam hal keamanan kerajaannya. Istri Virat ini, Sudeshna, memerintahkan Sairandhri (Dropadi), untuk mengantar minuman alkohol ke kamarnya Keechak. Sebelumnya, Bima mengirimkan laddoos kepada saudara-saudaranya dan Dropadi sebagai tanda untuk bertemu dengannya. Di tempat tersembunyi, Pandawa senang bisa bertemu satu sama lain. Namun mereka tidak melihat keberadaan Dropadi. Di dalam kamar, Keechak bertingkah tidak sopan pada Sairandhri (Dropadi) yang baru saja mengantar minuman. Dengan tegas Sairandhri menampik perlakuan kasar Keechak, mengampuni dia, dan memperingatkan dia untuk menjauh darinya. Dropadi datang terlambat di acara pertemuan rahasia Pandawa. Dia menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya dan membuat semua marah.

Episode 167

167

Duryodhana, Sangkuni dan Dushyasan mengunjungi Kerajaan Virat. Sangkuni menuduh bahwa Pandawa bersembunyi dan tinggal di kerajaan Virat ini. Keechak yang ikut mendengar tuduhan itu, meyakinkan Duryodhana bahwa ia akan membantu mencari Pandawa. Kemudian, Keechak teringat pada perlakuan Sairandhri. dia menduga bahwa wanita itu adalah Dropadi dan berniat memerasnya dengar mencegat wanita ini ketika berjalan sendiri di malam hari. Keechak memang punya tujuan tersembunyi. Dia berteman dekat dengan Duryodhana, dan ingin menjadi Raja Matsya. Arjuna memutuskan untuk mencari Keechak dan memberi peringatan atas kelakuannya. Di tempat terpisah, Sangkuni menduga Bima mungkin akan bertarung dengan Keechak, dan berencana untuk membuka penyamarannya.

Episode 168

168

Pada malam hari, Keechak mengendap-endap masuk ke dalam kamar Dropadi. Bima tiba-tiba muncul dan menantang Keechak berkelahi dengannya. Keechak memperingatkan Bima bahwa dia akan mengungkap identitasnya jika ia bertarung. Bima membunuh Keechak. Kemudian, Duryodhana, Sangkuni dan Dushyasan menemukan mayat Keechak di luar. Raja Virat yang juga datang di belakangnya mengatakan bahwa ia akan menghukum pembunuh Keechak ini, dan meminta mereka untuk pergi. Pandawa menawarkan Virat untuk membantu mereka. Virat menyarankan Pandawa untuk melarikan diri sebelum Duryodhana mungkin menyerang Matsya. Duryodhana meminta izin Raja Dhritarashtra untuk menyerang Matsya.

Episode 169

169

Sangkuni membujuk Begawan Bisma untuk menyerang kerajaan Virat. Raja Virat mengetahui bahwa tentara Hastinapura akan menyerang Matsya. Pandawa mendukung Virat dalam perang. Sangkuni menyampaikan informasi ke Bisma bahwa Susharman, Raja Trigarta, telah menyerang Matsya dari sisi lain. Brihannala (Arjuna) meyakinkan Uttar, pangeran Kerajaan Matsya, untuk melawan tentara Kurawa, dan membawanya diatas kereta perang. Namun, ketika berhadapan dengan tentara Kurawa, Uttar. Brihannala (Arjuna) yang menjadi kusir kereta kembali ke Matsya, dan masuk ke dalam hutan untuk mengambil busur panah Gandiv nya.

Episode 170

170

Arjuna datang ke medan pertempuran untuk menghadapi tentara Kurawa bersama Uttar. Sebelum sampai medan perang, dia menarik tali busur Gandiv nya, sebagai pertanda akan menyerang Duryodhana, Dushyasana dan Sangkuni. TIba-tiba Karna datang dan menyerang Arjuna. Atas desakan Duryodhana ini, Karna menggunakan Divyastra, dan Arjuna membalasnya dengan hal yang sama. Bisma menciptakan dinding antara mereka, dan meminta Arjuna untuk menghentikan pertarungan. Peperangan sementara terhenti, tapi Arjuna meminta Bisma untuk tidak menghentikan dia melawan Duryodhana di masa depan. Kemudian, Bisma memberitahukan pada Duryodhana bahwa Pandawa telah menyelesaikan Agyatvas mereka.

– Mahabharata : catatan aien hisyam –


INGGRIS

Episode 166
Virat is worried about Keechak’s behaviour. Kank suggests Virat not to rely on Keechak for the security of his kingdom. Virat’s wife, Sudeshna, instructs Draupadi (Sairandhri), to serve alcohol to Keechak in his room. Bheem sends laddoos to his brothers and Draupadi as an indication to meet him. The Pandavas become delighted on meeting each other. Keechak misbehaves with Sairandhri. Sairandhri forgives him, and warns him to stay away from her.

Episode 167
Duryodhan, Shakuni and Dushyasan visit Virat’s assembly. Shakuni suspects the Pandavas to be staying in Virat’s kingdom. Keechak assures Duryodhan that he will help him in finding the Pandavas. Later, Keechak identifies Sairandhri as Draupadi and blackmails her to meet him, at night. He befriends Duryodhan, with an intention of becoming the King of Matsya. Arjun decides to get Keechak punished. Shakuni suspects that Bheem might fight with Keechak, and plans to identify him.

Episode 168
Bheem challenges Keechak to fight with him. Keechak warns Bheem that his identity might get revealed, if he fights. Bheem kills Keechak. Later, Duryodhan, Shakuni and Dushyasan find Keechak’s dead body. Virat informs them that he will punish Keechak’s murderer, and asks them to leave. The Pandavas thank Virat for helping them. Virat suggests the Pandavas to escape as Duryodhan might attack Matsya. Duryodhan seeks Dhritarashtra’s permission to attack Matsya.

Episode 169
Shakuni persuades Bhishma to attack Virat’s kingdom. Virat learns that an army has attacked Matsya. The Pandavas support Virat in the war. Shakuni informs Bhishma that Susharman, the King of Trigarta, has attacked Matsya from the other side. Brihannala convinces Uttar to fight against the Kuru army, and takes him in a cart. However, Uttar becomes nervous on seeing the Kuru army. Brihannala brings the cart back to Matsya, and retrieves his Gandiv.

Episode 170
Arjun twangs the string of his Gandiv before entering the battlefield. He seeks Bhishma’s blessing, and attacks Duryodhan, Dushyasan and Shakuni. On Duryodhan’s insistence, Karna uses his Divyastra, and Arjun reciprocates with the same. Bhishma creates a wall between them, and requests Arjun to cease the fight. Arjun requests Bhishma not to stop him from fighting against Duryodhan, in future. Later, Bhishma informs Duryodhan that the Pandavas have completed their Agyatvas.